Menulis Berarti Kita Menciptakan Sejumlah Kebaikan
Resume : Senin, 4 April 2020
Oleh :
Supyanto
Narasumber : Ukim Komarudin
Menulis
Berarti Kita Menciptakan Sejumlah Kebaikan
Banyak cara dan
taktik untuk berbuat kebaikan. Bagi hartawan berbuat kebaikan bisa dengan menyedekahkan
hartanya. Bagi pejabat berbuat kebaikan lewat kebijakannya yang memihak rakyat.
Bagi pengusaha dan konglomerat dapat berbuat kebaikannya lewat keberpihakannya
bagi karyawan dan masyarakat sekitarnya.
Lalu kalau posisi
kita bukan hartawan, bukan pejabat, dan bukan pengusaha dan konglomerat, apakah
masih bisa berbuat kebaikan? Jangan pesimis dan jangan berkecil hati teman-teman!
Ayo kita ikuti nasehat Sang Penulis "Menghimpun yang Berserak." Kita masih
bisa berbuat kebaikan dengan cara yang lain. Mau tahu tips dan triknya? Baca
tuntas tulisan berikut:
Menulis Merupakan Ekspresi Pribadi
Menulis merupakan
ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya
memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya
menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya.
Saya tak pernah
merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak
perduli dengan ragam atau apa yang
menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya
merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal
itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang.
Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Menghimpun yang Berserak."
Selain menulis apa
adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait
pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus
dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh
menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik
orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman
berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata
mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga
yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada
juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau
kultum, dan sebagainya.
Karena komentar
tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam
semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam
kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang
dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh
karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh,
maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak."
Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan
yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain
(pembaca).
Demikianlah waktu
itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah
menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya
buku mata pelajaran.
Menyebalkan yang Membawa Berkah
Saya banyak
mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan.
Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak
prinsip menulis saya. Umpamanya, "
1.
Apakah
ketika saya menulis buku"menghimpun
yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?"
2.
apakah
buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya?
Untuk kepentingan pasar, "
3.
Apakah
saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst.
Terus terang, saya
merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai
"dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa
mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang
dari interview.
Saya yang tersadar
mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang
akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan
bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang
menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya
itu, naskah saya sepertinya punya
potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya
saya memang harus dipoles di sana sini.
Proses Tidak Pernah Menghianati Hasil
Jika nanti naskah itu
bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak
hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak,
dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan
menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.
Oleh-oleh itulah yang
menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang
umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan
pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor
menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi.
Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya
menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif
saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa
dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking
gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase
yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang
saya menulis bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya, saya
mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan
terbitnya buku saya.
Pertama,
saya menerima buku
pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel
tidak diperjual belikan.
Kedua,
saya diajak bicara
terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini
soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang
dapat memberikan masukan yang berarti.
Ketiga,
saya diberitahu bahwa
penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan
kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya.
Untuk tersebut juga
saya tidak pandai memberi masukan.
Membuat Buku Itu Harus Dinikmati Orang lain
Peran saya kemudian
adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit
karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya
berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa kejadian
menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang
menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip
pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulahkira-kira. mohon maaf
apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Menulis Harus Sesuai Dengan Tipe Penulis
Menulis harus
menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan penulis. Ada tipe sprinter,
maka pilih cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari
lari jarak pendek karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut,
Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah
sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis
hebat memulai dari itu. Percayalah, jika tidak memulai dari situ,
kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.
saya tipe orang yang
sering menyembunyikan karya jika belum final. Saya orang teater. Saya suka
membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran
anak (karya) saya yang mengejutkan.
Permasalahan penulis
pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak
jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya
Ambyar.
Tulis saja, nanti ada
jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka
menganggap tulisan bapak nggal laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak
apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari
dan dibenarkan orang.
Sebelum Menulis Banyaklah Membaca
Mulailah menulis
dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti
buku yang akan dibuat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita
membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas
tujuan seperti itu.
Tentang meyakinkan
memang dimulai dari kita dahulu. kalau kita kurang yakin, celakanya pembaca
juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi
minat kita. Dari situ, kita punya standar sendiri.
Penulis yang baik
memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis.
Saya setuju dengan himbauan menulislah
setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas. Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif)
pasokannya adalah membaca (receptif).
Manulis saja.
Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita
terlecut menjadi lebih baik.
Menulis Berarti Kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.
Membaca yang banyak
dan apa saja yang kita suka. Hebatnya, Tuhan Maha Kreatif dan Penyayang. Kita
akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti
Mr X dan lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti Mr X tapi dalam dunia
imajinassi itu sah. namanya terinspirasi oleh Mr X
Pada akhirnya kita
akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Kita akan menemukan
warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman memuji
tulisan kita, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan
pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan kita terjatuh di jalanan, ada
seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita
akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab,
"Saya sudah hapal itu Gaya tulisan kita."
Teman-teman yang
baik. Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya
daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya
legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya.
Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis
berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH
KEBAIKAN. (Mohon atas segala kesalahan)
Bekasi, 4 Mei 2020
Yan Supyanto,

Komentar